Semut-semut merayapi kulit sunyi di bawah awan pekat dibelai angin yang berat
Daun-daun kering di jalanan kusam menuju sebuah pintu
Denting asa,
kelepak harap yang tadi pagi bertengger di jendela alit rumah kaca,
denting rasa,
denting dusta,
kelepak sayap yang tadi sore seputih cerah matanya.
Tinggal tersisa detik-detik yang berdecit malas mendorong nafas ragu-ragu,
detak abu-abu,
rebah satu-satu,
lelap buru-buru.
Malam jadi sekutu rindu yang tak tahu malu, mengurai jarak jadi guna-guna,
namun sia-sia menangkap makna, masih juga berlari tak tahu diri,
berharap dapat gantikan matahari pagi yang membasuh putih cerah matanya.
Kegelisahan tak beraturan menemukan rumahnya dalam kata-kata, rumah kaca tanpa nama, sebuah impromptu dalam bentuk kalimat yang beku.
Beku oleh rindu tak menentu.
31 juli 011
Sunday, 31 July 2011
Friday, 15 July 2011
Antika
Dalam maya langkahku dosa, memungut warna menyulam jiwa
Kau kibar pelangi sendiri, tak satu langit pernah punyai
Aku cemburu pada kupu-kupu, aku cemburu bunga-bunga layu, aku cemburu jalanan kuyu
Tanpa perlu mengetuk rindu
Mereka mampu undang hatimu
Andai nafasku tinta, namamu lembar perangkap asa
Andai denyutku kata, pandangmu buka sekitab prosa
Andai senyummu dusta, aku tak mau tahu
Andai aku ada untuk kau rasa
Landai, landai harapku bertumpu sayu di landai haru
Memuji harum langkah pudarmu dikejar waktu
Adalah tak mungkin
Bagi debu bersanding ratu
Dadaku taman seribu kuncup rindu, kusulam senyum tanpa kata
Tataplah aku!
Dan baca yang kurasa!
- Untuk Antika -
15 juli 011
00.44 wib
Kau kibar pelangi sendiri, tak satu langit pernah punyai
Aku cemburu pada kupu-kupu, aku cemburu bunga-bunga layu, aku cemburu jalanan kuyu
Tanpa perlu mengetuk rindu
Mereka mampu undang hatimu
Andai nafasku tinta, namamu lembar perangkap asa
Andai denyutku kata, pandangmu buka sekitab prosa
Andai senyummu dusta, aku tak mau tahu
Andai aku ada untuk kau rasa
Landai, landai harapku bertumpu sayu di landai haru
Memuji harum langkah pudarmu dikejar waktu
Adalah tak mungkin
Bagi debu bersanding ratu
Dadaku taman seribu kuncup rindu, kusulam senyum tanpa kata
Tataplah aku!
Dan baca yang kurasa!
- Untuk Antika -
15 juli 011
00.44 wib
Labels:
Puisi
Thursday, 14 July 2011
Layar Pucat
Layar itu memucat kawan
Disapu angin tak diundang
Mabuk rona tak bernama
Bilamana aku lokan, telah redam aku dimakan lautan
Sudah banyak cerita, banyak luka aku tuak dalam dada
Masih juga aku bujang di depan cinta
Layar itu pucat wahai angin, gemetaran memandang rona disana
Adalah tak pasti kapan hidup disapa mati
Tapi bukan itu aku risaukan, aku takut mati membawa hati yang tak pasti
Telak dibuat koyak oleh cinta sendiri
Sudah banyak cerita, sudah punah banyak warna
Masih juga, aku pucat diremuk rasa.
14 juli 011
Disapu angin tak diundang
Mabuk rona tak bernama
Bilamana aku lokan, telah redam aku dimakan lautan
Sudah banyak cerita, banyak luka aku tuak dalam dada
Masih juga aku bujang di depan cinta
Layar itu pucat wahai angin, gemetaran memandang rona disana
Adalah tak pasti kapan hidup disapa mati
Tapi bukan itu aku risaukan, aku takut mati membawa hati yang tak pasti
Telak dibuat koyak oleh cinta sendiri
Sudah banyak cerita, sudah punah banyak warna
Masih juga, aku pucat diremuk rasa.
14 juli 011
Labels:
Puisi
Saturday, 9 July 2011
Nyala Sunyi
Dadaku rebah dalam gelisah, aku nyawa tanpa darah
Kau selusupi waktu dan taburi tiap jengkal batu dengan rindu
Namamu tumbuh jadi kenanga, jadi dahlia, jadi sakura yang menari dihempas keras kegelesihanku
Bertambah indah seiring lukaku menganga curiga: ingin menatapmu lebih lama
Aku kini makam personaku sendiri
Aku kini panggung, pesonamu menari
Bukan kau wahai tubuh!
Puisiku untuk keindahan sang Ruh!
Sajakku untuk pesona yang mengguruh!
Cemerlang dalam rahasia, tersulam dibalik daging dan muka
Aku kini nisan kewarasanku yang rapuh!
Aku kini api, kau bara kau suluh!
Kita satu dalam nyala sunyi!
Kau selusupi waktu dan taburi tiap jengkal batu dengan rindu
Namamu tumbuh jadi kenanga, jadi dahlia, jadi sakura yang menari dihempas keras kegelesihanku
Bertambah indah seiring lukaku menganga curiga: ingin menatapmu lebih lama
Aku kini makam personaku sendiri
Aku kini panggung, pesonamu menari
Bukan kau wahai tubuh!
Puisiku untuk keindahan sang Ruh!
Sajakku untuk pesona yang mengguruh!
Cemerlang dalam rahasia, tersulam dibalik daging dan muka
Aku kini nisan kewarasanku yang rapuh!
Aku kini api, kau bara kau suluh!
Kita satu dalam nyala sunyi!
9 juli 011
Labels:
Puisi
©2009 Cermin Dalam Puisi by David Prayitno | Dilarang mengutip tanpa seizin admin.
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Designed by grrliz
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Designed by grrliz